Friday, November 30, 2012

NOTEBOOKS WITH A CAUSE

Hati saya selalu berdebar-debar di hadapan notebook baru yang mulus. Ada keinginan besar untuk segera mengisinya dengan goresan tangan.  Namun, goresan apa pun seperti akan menodainya. 

Ternyata bukan cuma saya yang  labil melihat notebook-notebook lucu. Eh, dulu saya pikir kalau sudah estewe (setengah tuwa) enggak ada lagi yang namanya gemes-gemesan sama notebook. Salah! Teman-teman saya buktinya  masih begitu. Usia mereka memang ada yang jauh lebih muda, sekitar 30-an awal, belum termasuk kategori setengah tuwa, tetapi  seharusnya  mereka sudah bisa jaga diri--enggak jejeritan lagi kalau berhadapan dengan barang lucu.
Apa boleh buat, setiap kali berhadapan dengan notebook keren, kami selalu ingin  memilikinya. Sama seperti kalau berhadapan dengan pria keren dan matang… jadi ingin memiliki…hehehe…(bohong).
Pengalaman dengan notebook sungguh menggugah. Sebelum ini saya merogoh kocek ratusan ribu rupiah untuk sebuah notebook. Bukan karena harganya sendiri yang mahal, tetapi karena misi di balik itu. Saya kagum. Seorang remaja menawarkan barter notebook demi berdirinya rumah baca cuma-cuma. Saya tergerak. Saya dapat notebook bagus. Senang!
Sebagian orang termotivasi karena notebook. Tiga teman saya: Cecil, Felencia, dan Lisabona, semua berusia 30-an, berani mewujudkan mimpi kuliah S2 di luar negeri dengan berjualan notebook. Mereka menamai kelompoknya @tuatuasekolah. Produk pertama mereka, blank  journal project, merupakan notebooks with a cause. Lewat halaman-halaman kosongnya, mereka berbagi mimpi, berbagi resah, berbagi hasrat. Mimpi mereka adalah mengembangkan dunia seni-budaya Indonesia yang lebih baik.
Jadi, apa yang dapat saya simpulkan? Thousands of notebooks send someones to graduate schools? Ah, lebih dari itu, notebook membawa saya kembali kepada diri sendiri. Saya yang masih punya mimpi dan punya hasrat. Gemes!

Published on Prevention Indonesia Magazine, July 2011

No comments:

Post a Comment